Flek Paru-Paru Pada Anak

0 komentar


Flek paru-paru atau TBC pada anak biasanya ditularkan dari orang dewasa yang menderita TBC. Flek paru-paru disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini bisa menginfeksi bayi atau balita melalui percikan ludah saat batuk, bersin atau udara pernapasan dari penderita TBC dewasa.

Bakteri tuberculosis bisa menyerang orang dewasa maupun anak di bawah usia 2 tahun, orang yang memiliki imunitas rendah dan tinggal di lingkungan orang-otang penderita TBC juga rentan terinfeksi bakteri tuberculosis.

Gejala

Anak yang terinfeksi bakteri tuberculosis akan menunjukkan gejala berikut ini:
  • 1. Demam selama 3 bulan berturut-turut, kondisinya tidak berubah meski bayi diberi obat penurun panas.
  • 2. Berat badan anak tidak meningkat seiring bertambahnya usia meski asupan makanan bergizi sudah terpenuhi.
  • 3. Diare kronik terus menerus yang tidak bisa disembuhkan dengan obat biasa.
Sebaiknya jauhkan anak Anda dari penderita TBC aktif sebab penyakit ini bisa menyebar dengan mudah melalui udara. Selain itu, berikan pula imunisasi BCG supaya bayi memiliki daya tahan tubuh yang kuat terhadap serangan bakteri ini.

TB Pada Bayi Bisa Menyebar
Kondisi bayi yang kekebalan tubuh alaminya belum sempurna rentan terkena flek paru-paru. Bayi yang menderita TBC berisiko lebih berat ketimbang orang dewasa. Pada orang dewasa TB akan terlokalisasi hanya di pari-paru karena kekebalan tubuh orang dewasa telah sempurna. Sementara pada bayi dan anak-anak, bakteri bisa menyebar melalui aliran darah ke seluruh tubuh sehingga bisa menyebabkan terjadinta TB hati, TB tulang, TB selaput otak atau meningitis pada anak. Karena itu, flek paru-paru pada anak harus diobati secepatnya bila sudah terdeteksi.

Pengobatan
Pengobatan penyakit TBC pada anak memang berbeda dengan TBC dewasa. Biasanya pengobatan pada anak menggunakan obat anti-TB yang dikonsumsi selama 6 bulan, pengobatan bisa bertambah 3 bulan untuk mencegah kekambuhan. Pengobatan harus rutin dan tidak boleh berhentu sebelum waktu yang sudah ditentukan. Jika berhenti kuman akan muncul lagi dan kebal terhadap obat.

Tb pada anak tergantung dari daya tahan tubuhnya, tidak semua anak yang memiliki flek paru-paru akan jatuh sakit. Bisa saja bayi terjangkit bakteri TB namun basil itu mati atau hanya bersarang di dalam tubuh, tidak aktif dan tidak mengganggu.

Infeksi Telinga Pada Anak

0 komentar

Bayi dan anak-anak rawan terkena otitis media akut, yakni infeksi telinga bagian tengah. Anak-anak memiliki tuba estachius yang lebih pendek dari orang dewasa sehingga memudahkan bakteri dan virus masuk ke dalam telinga tengah. Infeksi telinga ini kerap berkembang setelah infeksi virus, seperti flu atau pilek. Di bagian belakang gendang telinga akan membengkak dan mengumpulkan banyak cairan (efusi).

Gejala
Otitis media pada bayi ditandai dengan munculnya gejala seperti demam, susah tidur, tidak nafsu makan, rewel, anak menjadi sering menarik atau menggosok telinga, serta keluar cairan dari telinga. Terkadang, disertai pula mual, muntah, dan diare.

Pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih tua yang mengalami otitis media biasanya akan mengeluh sakit di telinga dan mengalami gangguan pendengaran sementara.

Pengobatan
Pada bayi berusia di atas 24 bulan, dokter mungkin memilih untuk tidak melakukan tindakan guna menunggu sistem kekebalan tubuh anak bekerja melawan infeksi secara alami. Obat-obatan yang diberikan dokter mungkin hanya berfungsi untuk mengurangi demam dan rasa sakit di telinga.

Dokter mungkin akan meresepkan antibiotik bila gejala sakit anak tidak membaik setelah 48 jam. Pemberian antibiotik biasanya pada anak yang berusia di bawah 24 bulan. Sementara pada anak yang lebih tua dari 24 bulan bisa diobati dengan antibiotik atau menunda pengobatan.

Antibiotik tidak diberikan kepada tiap anak yang mengalami infeksi telinga sebab infeksi bisa sembuh sendiri tanpa pemberian antibiotik pada anak yang lebih tua. Bila anak mengalami infeksi berulang yang tak kunjung sembuh maka akan mengakibatkan terganggunya pendengaran dan kemampuan bicara. Sehingga akan dilakukan operasi untuk mengalirkan cairan dari telinga tengah kemudian dimasukkan ke tabung ventilasi.

Komplikasi
Membran timpani pecah Kemungkinan terjadinya komplikasi infeksi telinga adalah pecahnya membran timpani atau gendang telinga. Membran timpani yang pecah biasanya tidak menimbulkan rasa sakit dan dapat pulih dengan cepat setelah pecah dalam beberapa jam atau hari.

Penumpukan cairan

Cairan yang mengumpul di belakang gendang telinga (efusi) dapat bertahan selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan setelah rasa sakit dan infeksi menghilang. Efusi bisa mengakibatkan gangguan pendengaran sementara dan biasanya bisa pulih tanpa pengobatan. Jika efusi tetap ada sampai waktu lama, anak Anda mungkin perlu perawatan.

Alergi Makanan Pada Anak

0 komentar


Alergi makanan terjadi akibat adanya reaksi kekebalan tubuh yang berlebihan yang nampak oleh tubuh. Alergi bisa diturunkan dari orangtua ke anaknya. Jika salah satu orangtua alergi terhadap makanan tertentu maka anak berisiko 50 persen memiliki alergi yang sama. Jika kedua orangtua memiliki alergi maka 75 persen bahkan lebih bayi akan menderita alergi juga.

Pada anak yang memiliki alergi makanan tertentu misalnya seafood maka sistem kekebalan tubuhnya akan menyerang organ tubuh sehingga terjadi sesak napas, kulit gatal, dll. Ada beberapa tanda yang menunjukkan bahwa anak Anda alergi terhadap makanan tertentu, seperti berikut ini:
  • Perut membesar dan kembung
  • Sering buang air, namun tanpa disertai darah atau lendir
  • Tinja lebih cair atau mencret
  • Rewel akibat ketidaknyamanan di organ pencernaan
  • Muntah
  • Batuk
  • Pembengkakan pada bibir dan tenggorokan
  • Sesak napas
  • Mata berair dan memerah
Makanan Pemicu Alergi

Pada bayi yang sudah mulai mendapatkan makanan pendamping ASI maka tidak menutup kemungkinan akan terkena alergi. Berdasarkan hasil penelitian ada delapan kelompok makanan yang bisa memicu alergi, yakni:

1. Telur
Bagian putih telur pada telur ayam, bebek, atau telur puyuh dapat menyebabkan reaksi alergi pada anak. Bila alergi muncul biasanya anak akan merasa gatal di seluruh tubuh, kulit membengkak atau kemerahan.

2. Susu
Bayi yang memiliki alergi terhadap susu sapi dan kambing akan mengalami muntah atau diare. Dalam kasus ini biasanya dokter akan menyarankan makanan yang terbuat dari susu sapi yang sudah terhidrosida sehingga tidak mengakibatkan alergi pada bayi, atau mengganti dengan makanan yang mengandung protein kedelai.

3. Kacang tanah
Beberapa makanan yang mengandung kacang tanah bisa mengakibatkan gatal pada tubuh bayi atau munculnya bisul kemerahan pada tangan dan wajah.

4. Gandum
Roti atau sereal yang berasal dari gandum dapat menyebabkan berbagai gejala alergi seperti mual, gatal-gatal, dan sesak napas yang termasuk dalam reaksi alergi yang fatal atau anafilaksis. Bagi bayi yang alergi dengan gandum, sebaiknya menghindari makanan yang mengandung gluten dan semolina. Sebagai alternatif, Ibu bisa mengganti dengan beras atau jagung.

5. Kacang kedelai
Alergi kedelai biasa dialami bayi yang mengonsumsi susu yang mengandung kedelai. Selain itu, bisa juga dipicu dari saus kedelai, miso soup, dan makanan yang mengandung minyak kedelai.

6. Kacang
Kacang seperti kenari, kacang mede, dan pistasio dapat menyebabkan reaksi yang sama pada bayi yang mengonsumsi kacang tanah.

7. Ikan (tuna, salmon, cod)
Beberapa bayimungkin memiliki alergi terhadap ikan. Oleh karena itu, sebelum mencapai usia 6 bulan sebaiknya jangan beri ikan pada makanan pendamping ASI. Setelah berusia 8 atau 12 bulan, ibu bisa memasukan ikan dalam menu seimbang anak.

8. Kerang-kerangan (termasuk lobster, udang, dan kepiting)

Gejala yang muncul berupa urtikaria (gatal di kulit), angioedema (bengkak-bengkak), asma atau kombinasi dari beberapa kelainan tersebut. Alergi makanan karena ikan laut paling mudah terdeteksi karena gejala yang ditimbulkan relatif cepat. Biasanya kurang dari 8 jam keluhan alergi sudah bisa dikenali.

Pada beberapa alergi seperti alergi telur, susu sapi, kacang kedelai, dan gandum bisa diatasi oleh tubuh anak seiring dengan pertambahan usia dan pertumbuhannya. Dari hasil penelitian diketahui bahwa protein pemicu alergi anak bisa dikelola tubuh pada waktu tertentu dan berbeda pada tiap anak.

Namun, ada pula alergi yang tidak bisa hilang dari tubuh, yaitu alergi ikan, kerang, udang, dan kacang-kacangan yang akan terus membawa alergi seumur hidupnya.

Cara Mengatasi Bayi Gumoh Setelah Menyusu

0 komentar

Bayi kerap kali mengalami gumoh dan muntah. Namun, hal ini tidak perlu terlalu Anda khawatirkan sebab gumoh ataupun muntah tidak menandakan adanya gangguan kesehatan yang serius pada bayi. Hanya sedikit kasus bayi muntah yang mengindikasikan adanya masalah kesehatan serius.

Pada dasarnya gumoh dan muntah pada bayi sama-sama mengeluarkan makanan atau cairan dari lambung. Bedanya, gumoh bersifat pasif atau spontan mengalirkan air kebawah baik itu sedikit seperti ludah atau cukup banyak. Sementara muntah cenderung dalam jumlah banyak disertai dorongan dan atau tanpa kontraksi lambung.

Meski terbilang normal, tapi gumoh terus menerus bisa mengakibatkan berbagai komplikasi yang mengganggu pertumbuhan bayi.

Penyebab Gumoh Bayi:
  • 1. Pemberian ASI atau susu yang terlalu banyak. Lambung bayi memiliki kapasitas tertentu, bila lambung terisi penuh maka dapat menyebabkan bayi gumoh.
  • 2. Posisi menyusui yang salah. Pemberian ASI saat posisi bayi sedang tidur telentang kadang membuat cairan masuk ke saluran napas. Akibatnya bayi bisa gumoh. Selain itu, pemakaian dot yang salah terkadang membuat anak malas menghisapnya sehingga udara lebih banyak masuk ke lambung dan menyebabkan bayi muntah.
  • 3. Klep penutup lambung yang terletak diantara lambung dan saluran pencernaan atas pada bayi biasanya belum berfungsi dengan sempurna.
  • 4. Belum sempurnanya fungsi pencernaan bayi juga bisa membut bayi sering gumoh.
  • 5. Bayi bergerak terlalu aktif. Pertu akan mengalami tekanan yang tinggi sast bayi menggeliat atau menangis terus menerus. Akibatnya, bayi akan muntah atau gumoh.
Untuk mengurangi terjadinya gumoh pada bayi, Anda bisa mencoba tips berikut ini:
  • 1. Jangan berikan ASI atau susu saat bayi berbaring. Usahakan bayi dalam posisi tegak selama 30 menit setelah menyusui.
  • 2. jangan duduka bayi di kursi khusus bayi setelah menyusu sebab dapat meningkatkan tekanan pada perutnya.
  • 3. Hindari merangsang aktivitas yang berlebihan setelah bayi menyusu.
  • 4. Jangan berlebihan memberikan susu atau ASI pada bayi. Lebih baik berikan dalm jumlah yang sedikit tapi sering.
  • 5. Segera sendawakan bayi setelah menyusu. Bahkan bayi terkadang masih membutuhkan bersendawa di antara 2 waktu menysusu.
  • 6. Pastikan lubang dot tidak terlalu kecil atau lebar. Bila terlalu kecil maka akan banyak udara yang masuk. Bila terlalu besar, susu akan mengalir lebih cepat sehingga dapat membuat bayi gumoh.
  • 7. Jika bayi sangat lapar sebaiknya jangan berikan susu atau ASI terlebih dahulu sebab bayi akan minum tergesa-gesa sehingga akan banyak udara yang masuk.
  • 8. Usahakan bayi dalam posisi miring dengan kepala lebih tinggi dari kaki membentuk sekitar 45 derajat. Posisi ini bisa membuat cairan turun ke bawah.
  • 9. Jangan langsung mengangkat bayi saat gumoh atau muntah karena bisa jadi gumoh turun dan masuk ke paru-paru. Sebaiknya tengkurapkan atau miringkan bayi dan biarkan ia muntah sampai tuntas.
  • 10. Bila bayi gumoh melalui hidung sebaiknya biarkan saja. Kondisi akan berbahaya bila cairan dihirup kembali dan masuk ke paru-paru. Keluarnya cairan dari hidung menandakan bahwa muntahan bayi terlalu banyak sehingga samapi keluar lewat hidung.
  • 11. Kondisi akan membahayakan bila bayi tersedak sehingga muntahannya masuk ke paru-paru. Segera miringkan atau tengkurapkan bayi bila terliht tanda-tanda ingin muntah.

Penyebab dan Pencegahan Kepala Gepeng Pada Bayi

0 komentar


Beberapa bayi yang baru lahir terkadang kepalanya nampak gepeng dan miring di bagian belakang. Kepala yang gepeng akan terlihat saat bayi berumur 6 minggu sampai 8 bulan. Kondisi kepala akan membaik setelah bayi berumur 1 tahun dan hanya beberapa anak saja yang masih gepeng kepalanya di usia 2 tahun.

Kepala gepeng pada bayi dapat disebabkan beberapa faktor seperti:
  1. Tekanan selama dalam kandungan. Jika kepala bayi sudah terlihat gepeng saat lahir maka kondisi ini bisa jadi disebabkan oleh tekanan dalam perut.
  2. Proses persalinan. Persalinan bayi prematur, proses persalinan yang lama, posisi kepala yang tidak tepat, persalinan yang sulit terutama bila menggunakan bantuan alat seperti vakum dan forseps.
  3. Pada dasarnya sejak lahir anak mempunyai leher yang agak kaku.
  4. Bayi tidur terlentang terus tanpa diberi waktu tengkurap
  5. Posisi kepala bayi saat tidur yang selalu miring ke satu sisi saja.
  6. Anak yang mengalami keterlambatan perkembangan motorik dengan badan yang lemas akan mempunyai risiko lebih besar untuk mempunyai kepala yang gepeng.

Sebenarnya kepala gepeng pada bayi bisa dicegah dengan melakukan berbagai cara seperti berikut ini:
  1. Saat tidur terlentang sebaiknya ubah posisi kepala bayi agak menoleh ke kanan dan kiri. Jika kepala sudah terlanjur gepeng, usahakan bayi tidur dengan kepala bagian yang membulat. Anda juga bisa mengganjal bantal di samping kepala.
  2. Tengkurapkan bayi selama 5 menit sehari sejak usia 6 minggu untuk mencegah kepala gepeng. Melatih bayi tengkurap lebih lama juga bisa membantu menguatkan otot leher sehingga bayi akan lebih cepat mengangkat kepala dan menoleh ke kiri dan kanan. Namun, jangan sekali-sekali membiarkan bayi tengkurap tanpa pengawasan karena dapat berisiko menyumbat jalan napas dan mengakibatkan kematian.
  3. Bila si kecil selalu menoleh ke satu sisi akibat leher yang kaku maka diperlukan latihan pelenturan leher. Latihan pelenturan leher bisa Anda ulangi sebanyak 3 kali tiap kali habis mengganti popoknya. Gerakan pertama dilakukan dengan meletakkan satu telapak tangan Anda di dadanya, sementara tangan yang lain melakukan gerak memutar kepala bayi sampai dagu menyentuh bahu. Tahan pada posisi ini selama 10 hitungan, lalu kembalikan ke posisi semula. Gerakan kedua adalah memiringkan kepala sehingga telinga menyentuh bahu. Tahan selama 10 hitungan, kembalikan lagi. Lakukan ke arah sebelah lagi.
  4. Terkadang bayi selalu menoleh ke satu sisi akibat adanya benda yang menarik perhatiannya. Bila itu terjadi pada buah hati Anda sebaiknya pindahkan benda tersebut atau pindah posisi bayi agar tidak terus menerus melihat ke satu sisi saja. Bayi yang sudah bisa meliaht biasanya akan tertarik dengan benda yang berwarna-warni atau bunyi tertentu.
Latihan yang dilakukan sebaiknya di bawah pengawasan dokter ahli. Jika dalam 2-3 bulan belum ada perubahan, maka tanyakan kepada dokter apakah perlu rujukan khusus ke dokter bedah saraf anak, yang mungkin akan menganjurkan penggunaan helm khusus atau operasi.

Helm khusus untuk merubah bentuk kepala disebut skull molding helmet. Penggunaan helm jarang dilakukan dan hanya efektif pada bayi berumur 4 – 12 bulan. Sayangnya, hasil pemakaian helm belum tentu lebih baik dari usaha pencegahan.

Operasi merupakan jalan terakhir untuk mengatasi kepala gepeng, terutama bila kepala gepeng terjadi akibat tulang kepala tertentu menutup terlalu cepat.

Waspadai, Diabetes Militus Pada Anak!

0 komentar


Diabetes Militus tipe 2 pada anak dan remaja disebut juga Maturity Onset of Diabetes in the Young (MODY). Penyakit ini biasanya dimulai pada usia pertengahan dengan masalah terutama pada reseptor insulin. Reseptor insulin merupakan pintu masuk sel. Gula darah atau glukosa yang akan dijadikan energi oleh mitokondria sel dibawa masuk melalui pintu tersebeut dengan bantuan hormon insulin.

Resistensi insulin merupakan reseptor insulin yang menjadi ciri utama Diabetes Militus tipe 2 maupun MODY. Anak-anak yang menderita Diabetes Militus tipe 1 biasanya tubuhnya kurus dan ketoasidosis karena kerusakan sel beta yang memproduksi insulin. Berdasarkan hasil penelitian dari seluruh kasus Diabetes Militus diketahui bahwa Diabetes Militus tipe 1 hanya sekitar 5 % sementara Diabetes Militus tipe 2 sebanyak 95 %.

Anak-anak yang menderita MODY merupakan Diabetes Militus tipe 2 yang menunjukkan gejala obesitas dengan timbunan lemak di bagian perut. Anak–anak yang menderita Diabetes Militus jenis ini tidak memiliki keluhan hanya saja nafsu makannya sangat berlebihan sehingga berat badannya terus bertambah.

Kadar trigliserid (TG) sering menunjukkan kenaikan saat dilakukan pemeriksaan laboratorium. Mungkin kadar gula darah naik tapi masih di bawah 126 mg/dL. Angka 126 merupakan kriteria diagnostik DM. Semua ini terjadi akibat hiperinsulinisme yang menimbulkan obesitas, kenaikan TG dan intoleransi glukosa (kadar GD 110-126).

Makin banyaknya asupan karbohidrat sederhana seperti gula dan tepung gandum selain lemak jenuh menyebabkan anak-anak dan remaja terkena MODY. Selain itu, anak-anak dan remaja yang cenderung tidak menyukai sayur dan buah serta kurang gerak juga bisa meningkatkan insidensi MODY.

Penggunaan alloxan juga dapat meningkatkan risiko munculnya penyakit ini. Alloxan merupakan pemutih bahan pangan seperti pada mie instan, roti putih, atau berbagai gorengan yang menggunakan tepung gandum. Dalam laboratorium alloxan digunakan untuk membuat tikus percobaan menderita diabetes.

MODY bisa dicegah dengan meningkatkan asupan makanan berserat seperti roti gandum utuh, kacang-kacangan, beras merah/beras tumbuk, sayuran dan buah.

Tanda-Tanda dan Cara mengatasi Anak Saat Tidak Nyaman

0 komentar


Balita yang masih berusia 1-2 tahun belum bisa mengungkapkan rasa tidak nyamannya secara frontal. Tapi, bukan berarti mereka tidak bisa mengungkapkannya dengan cara lain, untuk mengungkapkan rasa ketidaknyamanan biasanya si kecil akan bersikap seperti berikut ini:

Menangis
Pada usia 1 tahun biasanya si kecil akan merasa takut dan cemas saat ditinggal kedua orangtuanya pergi, takut di kamar sendirian, atau takut pada orang yang baru dikenal. Untuk meredakan rasa takut dan cemas si kecil sebaiknya Anda berikan pelukan hangat kepadanya untuk menenangkan si kecil.

Memeluk erat orangtua secara tiba-tiba
Berpelukan dapat melepaskan hormon endomorphin yang notabene bermanfaat untuk memperlambat detak jantung dan mengurangi ketegangan. Jika anak tiba-tiba memeluk erat Anda itu berarti dia butuh penenang. Balaslah pelukannya sampai dia merasa tenang dan nyaman hingga melepaskan sendiri pelukannya. Pelukan efektif mengembalikan rasa percaya dirinya.

Mengemut jari
Mengemut jari menjadi salah satu kegiatan yang dapat memberikan rasa nyaman saat si kecil merasa takut, lelah, bosan,sakit, atau sedang berusaha menyesuaikan diri dengan tantangan. Sebelum mengemut jari menjadi kebiasaan anak, sebaiknya segera alihkan perhatiannya ketika dia mulai memasukan jari ke mulut dengan mengajak bermain atau bertepuk tangan.

Menggigit
Saat marah atau frustasi balita akan menggigit untuk mendapatkan sesuatu. Saat anak menggigit Anda usahakan untuk tidak berteriak karena teriakan Anda bisa membuat anak merasa bersalah. Jika anak terlihat frustasi saat bermain sebaiknya alihkan perhatiannya dengan permainan lain sebelum dia menggigit. Buat dia tertawa, namun bila anak masih tetap ingin menggigit segera tatp matanya dan katakan dengan tegas, “Tidak boleh gigit. Sakit.” Kemudian ajak dia melakukan hal lain.

Bersembunyi di balik tubuh orangtua
Perasaan tidak nyaman saat bertemu orang yang baru dikenal terkadang membuat anak bersembunyi di balik tubuh Anda. Untuk menumbuhkan rasa percaya dirinya, ajaklah si kecil berinteraksi di antara anak-anak seusianya, tapi jangan sampai Anda mendorong-dorongnya. Berperan sebagai pendukung dan hanya muncul jika dibutuhkan merupakan cara terbaik. Keberaniannya mengatasi rasa malu dan tidak nyaman saat berkumpul dengan anak-anak sebaya perlu diapresiasi. Beri si kecil pelukan hangat, acungan jempol, atau pujian untuk memupuk rasa percaya diri dan memupus rasa malunya.

Memegang benda yang sama

Si kecil akan mencari benda sebagai pengganti orangtua atau orang lain yang bisa dipercaya membantu mengatasi rasa ketidaknyamanannya. Usia 1–3 tahun adalah usia saat anak paling butuh benda kesayangan. Usia ini merupakan waktu belajar bagi anak untuk bisa merasa nyaman tanpa orang tuanya. Setiap kali anak merasa tidak nyaman maka ia kan memegang benda kesayangannya. Untuk mengatasi ketergantungannya terhadap benda itu sebaiknya coba lepaskan benda itu sambil menawarkan aktivitas lain yang lebih menyenangkan saat ia memegang benda itu untuk mengatasi rasa tidak nyamannya. Misalnya, dudukkan anak di tungkai Anda dan mengayun-ayunkannya.

Penyebab dan Cara Mengatasi Anak Terlambat Bicara

0 komentar


Normalnya anak usia 1,5 tahun sudah bisa mengucapkan minimal 5 kata secara konsisten seprti memanggil mama, papa, ini, itu, apa, nggak. Saat memasuki usia 2 tahun anak sudah mampu merangkai kata sederhana.

Seorang anak digolongkan terlambat bicara jika umur anak sudah mencapai 2 atau 3 tahun tapi belum juga bisa berbicara dengan lancar atau hanya bisa mengucapkan potongan kata saja.

Anak yang mengalami keterlambatan bicara sebenarnya memiliki soaial-emosional dan perkembangan intelegensi yang normal seperti anak lainnya. Masalah anak terlambat bicara dialami 5-10 persen anak-anak usia prasekolah dan cenderung lebih sering dialami anak laki-laki ketimbang perempuan.

Keterlambatan bicara pada anak bisa disebabkan berbagai faktor, antara lain:

1. Mengalami hambatan pendengaran
Bila anak mengalami kesulitan dalam pendengaran, secara otomatis menyebabkan anak kesulitan meniru, memahami, dan menggunakan bahasa. Masalah pendengaran pada anak biasanya disebabkan adanya infeksi telinga.

2. Hambatan perkembangan otak
Adanya gangguan pada daerah oral-motor di otak mengakibatkan ketidakefisienan hubungan di daerah otak yang berperan untuk menghasilkan bicara. Sehingga kondisi ini dapat menyebabkan anak kesulitan menggunakan bibir, lidah, dan rahang untuk menghasilkan bunyi.

3. Adanya masalah keturunan
Keterlambatan bicara juga bisa dipengaruhi oleh faktor keturunan. Meski belum ada penelitian yang bisa membuktikan kebenarannya, tapi biasanya anak yang terlambat bicara ternyata memiliki riwayat keluarga yang mengalami gangguan yang sama.

4. Minimnya komunikasi
Interaksi dan komunikasi antara orangtua dengan anak bisa menstimulasi anak untuk memperbanyak kosa katanya. Sayangnya, beberapa orangtua tidak menyadari jika cara berkomunikasi mereka berpengaruh terhadap perkembangan anak.

5. Faktor televisi
Anak yang sering menonton televisi akan menjadi pendengar yang pasif, anak hanya menerima tanpa harus mencerna dan memproses informasi yang masuk. Menonton televisi juga bisa membuat anak menjadi traumatis karena menyaksikan tayangan yang berisi adegan perkelahian, kekerasan, dan seksual.

Jika orangtua sudah menyadari adanya gejala keterlambatan bicara pada anak, maka sebaiknya lakukan hal berikut ini:
  • 1. Konsultasikan anak ke dokter atau psikolog tentang tumbuh kembang anak, bicarakan pada para ahli tentang tumbuh kembang anak dan kemampuan apa saja yang sudah bisa dikuasainya.
  • 2. Berikan anak kesempatan untuk berinteraksi dan bermain dengan teman-teman sebayanya. Kegiatan ini bisa memotivasi anak untuk belajar bicara karena bermain dengan anak-anak lainnya membutuhkan kemampuan komunikasi verbal.
  • 3. Ibu bisa menstimulasi anak dengan mengajaknya berkomunikasi meskipun anak belum mampu berbicara dengan baik. Ibu bisa mengajak anak untuk membacakan dongeng dan bernyanyi.
  • 4. Mengajarkan kata kepada anak dengan pengucapan yang jelas. Usahakan anak melihat gerakan bibir Anda ketika mengucapkan kata-kata tersebut. Misalnya, susu bukan cucu, minum bukan mik atu num, makan bukan maem atau mamam.

Growing Pains Pada Anak

0 komentar

Pernahkah anak Anda merasakan sakit di kaki saat malam hari dan mereda pada pagi hari? Jika hal itu terjadi, bisa jadi anak Anda mengalami growing pains.

Growing pains merupakan rasa sakit di kedua tungkai, paha depan, betis, dan area belakang lutut. Rasa sakit umumnya akan timbul saat sore atau malam hari serta mereda di pagi hari sehingga anak bisa beraktivitas seperti biasanya lagi. Meski begitu, kondisi ini bisa mengganggu kualitas tidur anak karena rasa sakit yang timbul di malam hari kerap membuat anak terbangun.

Meski dinamakan growing pains tapi sebenarnya kondisi ini tidak disebabkan oleh pertumbuhan anak. Aktivitas seperti melompat, berlari, dan olah raga berlebihan diduga menjadi penyebab munculnya growing pains.

Umumnya growing pains dialami oleh anak berusia 2–12 tahun, 25-40% berusia 3–5 tahun, dan antara 8–12 tahun. Meski tidak berbahaya, tapi kondisi ini juga perlu mendapat perhatian dari orangtua. Growing pains sebenarnya merupakan nyeri otot, bukan nyeri atau bengkak di persendian. Segera periksakan anak ke dokter bila menunjukkan gejala berikut ini:
  • 1. Nyeri tungkai tidak mereda hingga pagi hari.
  • 2. Aktivitas anak terganggu akibat nyeri tungkai.
  • 3. Nyeri berkaitan dengan suatu trauma akibat anak terjatuh.
  • 4. Nyeri disertai gejala lain, seperti: kemerahan dan bengkak di persendian, demam, pincang, kemerahan di kulit area tungkai, lemas, lelah, dan tidak nafsu makan.
Jika nyeri pada tungkai disebabkan penyakit tertentu maka Dokter akan menghilangkan penyakit terlebih dahulu kemudian baru menindak lanjuti keluhan growing pains.

Anak yang mengalami growing pains akan merasa nyaman dan nyeri akan berkurang saat disentuh, dipijat maupun digendong. Kondisi ini berbeda dengan nyeri tungkai yang diakibatkan oleh penyakit yang menyebabkan tungkai akan bertambah nyeri bila disentuh atau dipijat.

Tidak ada terapi khusus untuk growing pains, tapi orangtua bisa melakukan beberapa hal untuk mengurangi nyeri si kecil.
  • 1.Pijatan ringan untuk mengurangi nyeri
  • 2.Regangkan kedua tungkai anak secara perlahan, lakukan pada siang hari dan sebelum tidur.
  • 3.Kompres hangat di daerah otot yang nyeri sebelum tidur atau saat anak merasa nyeri. Mandi dengan air hangat sebelum tidur juga membantu.
  • 4.Obat analgetik seperti parasetamol atau ibuprofen juga bisa diberikan untuk menghilangkan rasa nyeri.
Growing pains bukan penyakit berbahaya dan bisa hilang ketika anak berusia belasan tahun. Ganguan ini juga tidak membutuhkan terapi atau penanganan dokter.

Anemia Pada Bayi

0 komentar

Anemia merupakan penyakit yang disebabkan jumlah sel darah merah yang terlalu sedikit dalam darah. Pada bayi yang baru lahir anemia disebabkan oleh penghancuran sel darah merah yang berlebihan, kehilangan darah, dan gangguan pembentukan sel darah merah.

Selama proses persalinan darah bisa hilang dalam jumlah yang besar jika plasenta terlepas dari dinding rahim sebelum waktunya. Bisa juga terjadi akibat robekan pada tali pusar. Bayi yang menderita anemia akan tampak sangat pucat, sesak napas, dan tekanan darahnya rendah.

Anemia pada bayi prematur biasanya diakibatkan oleh pengambilan darah yang dilakukan berulang untuk keperluan tes laboratorium dan berkurangnya pembentukan sel darah merah. Dalam kondisi normal, sumsum tulang tidak memproduksi sel darah merah yang baru selama 3-4 minggu setelah bayi lahir. Anemia akan makin parah bila prtunbuhan bayi lebih cepat ketimbang laju pembentukan sel darah merah yang baru. Namun, bayi prematur biasanya tidak menunjukkan gejala-gejala anemia dan kondisi ini akan menghilang dengan sendirinya dalam waktu 1-2 bulan.

Penghancuran sel darah merah terjadi pada:
  • Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir: sejumlah besar sel darah merah dihancurkan oleh antibodi yang diproduksi oleh ibu selama janin berada dalam kandungan.
  • Bayi yang menderita kelainan bentuk sel darah merah, misalnya sferositosis (sel darah merah berbentuk sferis).
  • Kelainan hemoglobin (protein pembawa oksigen di dalam sel darah merah), misalnya penyakit sel sabit atau talasemia.
  • Infeksi selama bayi berada dalam kandungan (misalnya toksoplasmosis, campak Jerman, penyakit sitomegalovirus, herpes simpleks atau sifilis).
  • Jika sel darah dihancurkan, hemoglobin diubah menjadi bilirubin. Kadar bilirubin yang tinggi di dalam darah (hiperbilirubinemia) menyebabkan sakit kuning (jaundice) dan pada kasus yang berat, bisa menyebabkan kerusakan otak (kern ikterus).

Kekurangan zat besi bisa menyebabkan anemia pada bayi usia 3-6 bulan bila mengonsumsi susu formula atau susu sapi yang tidak diperkaya zat besi.

Bila bayi kehilangan darah akibat proses persalinan maka segeralah berikan transfusi darah. jika anemia disebabkan penghancuran sel darah merah yang berlebihan maka lakukan transfusi ganti, yakni darah bayi diganti darah segar. Sel darah merah yang rusak, antibodi, serta bilirubin dari tubuh ibu dibuang.

Anemia yang disebabkan kekurangan zat besi maka sebaiknya gunakan zat besi tambahan. Jika terjadi gejala anemia yang berat, dilakukan transfusi darah.

Mengatasi Demam dan Nyeri Pada Anak

0 komentar

Demam dan nyeri seringkali menyerang anak-anak. Rasa nyeri ini terkadang membuat anak menjadi rewel. Sebenarnya demam atau nyeri pada anak disebabkan oleh vaksinasi atau infeksi virus seperti influenza, selesma, atau cacar air.

Untuk mengatasinya anak sering diberikan parasetamol atau yang biasa disebut asetaminofen. Parasetamol merupakan golongan obat bebas lini pertama yang bermanfaat untuk menghilangkan nyeri dan menurunkan panas pada anak. Parasetamol memiliki sifat-sifat kemanjuran, tingkat aman, dan tolerabilitas yang baik pada anak-anak dan orang dewasa.

Sebenarnya parasetamol bersifat simptomatis, bukan menghilangkan sumber penyakit. Jika nyeri tak kunjung mereda dalam waktu 3 hari maka harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut ke dokter.

Pemberian dosis obat untuk anak memang bervariasi di banyak negara, namun umumnya 10 sampai 15 mg/kg dianggap takaran yang efektif. Tapi, terkadang anak-anak menerima dosis 90 mg/kg/hari jika dirawat di rumah sakit. Dosis tinggi seperti ini tidak berlaku untuk pemakaian biasa.

Berdasarkan tingkatan usia masa kanak-kanak, pemberian dosis adalah bayi 1 bulan – 2 tahun dalam bentuk beberapa tetes, masa prasekolah (1- 5 tahun) dalam bentuk larutan alkohol/suspensi, masa sekolah (5 – 12 tahun) untuk larutan alkohol dan suspensi jernih dan (7 – 12 tahun) untuk tablet kunyah).

Efek samping penggunaan parasetamol memang lebih rendah. Tapi,terkadang masyarakat berlebihan mengonsumsi parasetamol untuk meredakan demam dan nyeri. Padahal dosis yang berlebihan bisa merusak hati dan ginjal. Sebaiknya jangan mengonsumsi parasetamol dalam dalam jangka waktu panjang dan dosis yang berlebihan jika tanpa resep dokter.

Tips Pemberian Obat pada Anak
  • Jauhkan semua obat dari jangkauan anak-anak
  • Tutup kembali tempat obat dengan rapat, jangan biarkan obat dalam keadaan terbuka.
  • Periksa kembali dosis obat berdasarkan petunjuk label. Jangan pernah gunakan sendok obat yang sama untuk dua jenis obat yang berbeda.
  • Jangan berikan obat pada anak dengan mengira-ngira dosisnya.
  • Tanyakan kepada dokter atau ali farmasi jika akan ,e,beri lebih dari satu jenis obat pada saat yang bersamaan.
  • Jangan pernah memberikan obat pada anak-anak kecuali memang dianjurkan untuk mereka seperti yang tertulis dalam label atau atas saran dokter.
  • Jangan menggunakan obat untuk tujuan yang tidak disebutkan dalam label, kecuali dengan petunjuk dokter.
  • Periksakan dulu anak Anda ke dokter sebelum memutuskan memberi mereka aspirin.

Gejala Gangguan Mental Pada Anak

0 komentar

Masa peralihan usia anak-anak menuju remaja terkadang menyebabkan terjadinya perubahan perilaku mereka. Namun, terkadang perubahan perilaku tersebut bisa menjadi tandamunculnya gangguan mental pada anak.

Menurut sebuah penelitian dari Harvard Medical School separuh dari gangguan mental dimulai dari usia 14 tahun dan tigaperempatnya terjadi sejak usia 24 tahun. Oleh karena itu, peran orangtua sangat diperlukan untuk mendeteksi lebih dini bila perilaku anak menjadi tidak wajar. Berikut beberapa gejala yang perlu diwaspadai dari anak-anak dan remaja Anda.

1. Perubahan mood yang berlangsung lama

Gangguan mental pada anak biasanya ditandai dengan perubahan mood yang berlangsung lebih dari dua minggu. Perubahan mood bisa ditunjukkan dengan berbagai perilaku seperti hiperaktif atau menjadi teralalu melankolis tanpa alasan yang kuat.
Perilaku sangat gembira dan depresi menjadi gejala awal munculnya gangguan bipolar. Namun, perilaku hiperaktif pada anak yang tidak disertai oleh gejala lesu sesudahnya merupakan perilaku yang normal pada anak.

2. Cemas dan takut berlebihan
Rasa takut dan khawatir normal saja bila dialami anak di usia dini. Biasanya anak takut akan gelap, sosok monster, atau takut tampil di depan orang banyak saat pentas. Semua itu normal saja dialami anak-anak. Namun, orangtua perlu waspada bila ketakutan anak sudah membuat aktivitasnya terganggu.

3. Perubahan perilaku ekstrem
Dalam tahap perkembangan emosional biasanya anak mulai menunjukkan pembangkangan. Namun, waspadalah bila anak menunjukkan perilaku pembangkangan yang ekstrim (OOD). Biasanya gangguan ini dimulai saat anak berusia 8 tahun atau sebelum masuk usia remaja. Salah satu contoh perilaku tersebut adalah membeli beberapa games tanpa ada minat untuk memainkannya.

4. Perubahan fisik, berat badan naik atau turun drastis
Perubahan fisik secara tiba-tiba tanpa ada kaitannya dengan pubertas dapat menjadi indikator bahwa anak menderita gangguan. Begitu juga bila anak menjadi tidak nafsu makan hingga membuat tubuhnya menjadi kurus. Perubahan fisik akibat konsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang juga menjadi gejala depresi pada anak. Para ahli menyatakan bahwa risiko anak menderita depresi lebih besar jika salah satu atau kedua orangtua juga menderita depresi.

5. Kurang konsentrasi
Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dalam mengerjakan tugas sederhana adalah gejala dari ADHD atau depresi. Kurang fokus juga bisa disebabkan karena pikiran mereka terpusat pada rasa malu, bersalah, atau kematian. Kurang konsentrasi pada anak akan tampak nyata pengaruhnya pada nilai akademik atau pergaulannya.

Kenali Tanda-Tanda Anak Hiperaktif!

0 komentar


Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Tuhan. Seperti manusia dewasa lainnya, anak-anakpun memiliki kepribadian yang berbeda satu sama lain. Ada anak yang cenderung diam, kritis, bahkan banyak sekali anak yang terlalu aktif.

Anak yang aktif biasanya memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi sehingga mereka cenderung tidak bisa menahan rasa ingin tahunya. Rasa ingin tahu yang tinggi merupakan tanda bahwa anak cerdas dan kreatif. Namun, bila terlalu aktif bisa jadi anak termasuk hiperaktif. Tak jarang sikapnya yang terlalu aktif atau berlarian kesana-kemari membuat orangtua kewalahan. Berikut ini tanda-tanda anak yang tergolong hiperaktif:

1. Tidak Fokus
Anak hiperaktif cenderung tidak bisa bertahan lama dengan yang dilakukannya. Misalnya, bila ia sedang main bola dan ada temannya yang membawa layang-layang, maka ia akan beralih untuk ikut bermin layang-layang. Anak hiperaktif tidak bisa bertahan diam lebih dari 5 menit. Anak ini juga suka berteriak-teriak tidak jelas, dan berbicara semaunya. Juga memiliki sikap yang tidak mudah dipahami.

2. Sifat Menentang

Anak hiperaktif lebih sulit dinasehati dari pada anak non-hiperaktif. Bila sedang asyik bermain naik turun tangga mereka cenderung masa bodoh, diam saja aatau malah marah dan melanjutkan permainannya saat kita minta untuk berhenti.

3. Destruktif
Sebagai perusak ulung, anak hiperaktif harus dijauhkan dari ruangan yang banyak benda-benda berharga atau barang pecah belah dan sejenisnya. Sikap yang suka melempar, menghancurkan barang inilah yang disebut destruktif.

4. Tidak Mengenal Lelah
Meski setiap hari terus-terusan berlari, melompat, atau bergerak terus namun anak tidak tampak kelelahan saat sedang bermain ataupun setelah bermain seharian.

5. Tanpa Tujuan Jelas
Umumnya anak yang aktif membuka buku untuk dibaca, namun pada anak hiperaktif membuka buku dijadikan kegiatan untuk menyobek kertas, melipat-lipat, atau membolak balik tanpa membaca.

6. Bukan Penyabar yang Baik dan Usil
Anak hiperaktif cenderung tidak sabar menunggu giliran bermain. Akibatnya, mereka memilih untuk merebut paksa mainan yang sedang dipegang temannya. Selain itu, mereka juga suka memukul, mencubit, atau mendorong tanpa alasan.

Campak Jerman Bisa Mengganggu Pertumbuhan Anak

0 komentar

Campak Jerman merupakan penyakit yang diakibatkan oleh virus rubella. Anak yang mengalami penyakit rubella ini biasanya akan membaik dalam waktu 3 hari.

Virus rubella yang menginfeksi janin bisa mengakibatkan sindroma rubella kongenital. Janin bisa terinfeksi bila wanita yang sedang hamil terkena virus rubella saat 4 bulan pertama usia kehamilannya.

Anak bisa tertular virus rubella bila menghirup udara yang mengandung percikan lendir penderita rubella, baik yang berasal saat batuk, bersin, atau berbicara. Wanita hamil yang terinfeksi virus rubella pada trimester pertamannya maka bisa menularkan virus pada janin melalui plasenta. Kondisi ini disebut sebagai infeksi rubella kongenital dan dapat menyebabkan sindroma rubella kongenital.

Pada masa inkubasi yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya virus rubella ke dalam tubuh sampai timbulnya gejala penyakit berkisar antara 14-21 hari. Biasanya gejalanya akan timbul demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar getah bening di leher bagian belakang, daerah belakang kepala, dan belakang telinga.

Biasanya pembesaran getah bening disertai dengan rasa nyeri. Kemudian muncul ruam yang dimulai pada daerah muka lalu menyebar ke seluruh tubuh dalam waktu 1 hari. Ruam dan demam biasanya menghilang dalam waktu 3 hari.

Infeksi rubella kongenital bisa mengakibatkan sindroma rubella kongenital yang terdiri dari:
  • Terhambatnya pertumbuhan janin
  • Katarak yang bisa menyebabkan kebutaan permanen pada satu atau kedua mata
  • Kelainan jantung bawaan
  • Radang otak atau selaput otak
  • Infeksi padasaraf pendengaran yang mengakibatkan hilang fungsi pendengaran.

Biasanya pemberian obat hanya bermanfaat untuk meringankan gejala saja. Bayi yang lahir dengan sindroma rubella kongenital, biasanya harus ditangani secara seksama oleh para ahli. Semakin banyak kelainan bawaan yang diderita akibat infeksi kongenital, semakin besar pula pengaruhnya pada proses pertumbuhan dan perkembangan anak.

Pencegahan rubella bisa dilakukan dengan pemberian imunisasi. Vaksin MMR (Measles, Mumps, Rubella) mampu mencegah rubella secara efektif.

Pemberian imunisasi MMR pada wanita usia reproduktif yang belum mempunyai antibody terhadap virus rubella amatlah penting untuk mencegah terjadinya infeksi rubella kongenital pada janin. Setelah pemberian imunisasi MMR, penundaan kehamilan harus dilakukan selama 3 bulan.

Neuroblastoma, Jenis Kanker Yang Rawan Dialami Anak-Anak

0 komentar

Neuroblastoma merupakan kanker pada sistem saraf yang kerap terjadi pada anak-anak. Jenis kanker ini bisa tumbuh di berbagai bagian tubuh. Kanker ini bersumber dari jaringan yang membentuk sistem saraf simpatis yakni bagian dari sistem saraf yang mengatur fungsi tubuh involunter/diluar kehendak, dengan cara meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah, mengkerutkan pembuluh darah dan merangsang hormon tertentu.

Neuroblastoma kerap kali berasal dari jaringan kelenjar adrenal di perut. Kemudian menyebar dengan cepat ke hati, kelenjar getah bening, tulang, dan sumsum tulang. Sekitar 75 persen kanker ini diderita anak di bawah 5 tahun. Belum diketahui pasti penyebab munculnya kanker ini, namun faktor keturunan diduga ikut berperan dalam terbentuknya sel-sel tumor.

GEJALA
Gejalanya tergantung kepada asal tumor dan luas penyebarannya.
Gejala awal biasanya berupa perut yang membesar, perut terasa penuh dan nyeri perut.
Gejalanya juga bisa berhubungan dengan penyebaran tumor:
  • Penyebaran kanker sampai ke tulang bisa mengakibatkan munculnya nyeri tulang.
  • Penyebaran kanker hingga ke sumsum tulang mengakibatkan berkurangnya jumlah trombosit hingga anak menjadi mudah memar, anemia akibat kekurangan sel darah merah, dan anak rentan terinfeksi akibat kurangnya sel darah putih.
  • Kanker yang telah menyebar ke kulit bisa menyebabkan terbentuknya benjolan-benjolan di kulit.
  • Penyebaran kanker ke paru-paru mengakibatkan gangguan pernapasan.
  • Penyebaran kanker hingga ke korda spinalis dapat mengakibatkan kelemahan pada lengan dan tungkai.
Sekitar 90% neuroblastoma menghasilkan hormon (misalnya epinefrin, yang dapat menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan terjadinya kecemasan).
Gejala lain yang mungkin muncul, antara lain:
  • Kulit terlihat pucat
  • Tampak lingkaran hitam disekeliling mata
  • Diare
  • Rasa lelah yang berlebihan selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan
  • Keringat berlebihan
  • Rewel
  • Rasa tidak enak badan (malaise) berlangsung selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan
  • Gerakan mata yang tak terkendali
PENGOBATAN
Pengobatannya bervariasi, tergantung kepada lokasi, penyebaran dan usia penderita. Bila kanker belum menyebar maka akan diangkat dengan pembedahan. Bila kanker sudah menyebar dan berukuran besar maka akan diberikan kemoterapi (obat anti-kanker vincristine, siklofosfamid, doksorubisin dan cisplastin) atau terapi penyinaran.

Cara Mengatasi Diare Pada Anak

0 komentar


Anak biasanya lebih sering terkena diare ketimbang orang dewasa. Kebiasaan memasukkan benda-benda ke mulut atau kurangnya kebersihan tangan saat makan bisa memicu diare. Akibatnya tinja menjadi lembek atau cair setidaknya 3 kali 24 jam.

Diare pada anak bila tidak ditangani dengan tepat maka bisa mengakibatkan dehidrasi berat bahkan sampai kematian. Ada beberapa hal yang menyebabkan munculnya diare pada anak, seperti salah minum obat, keracunan makanan, stres, infeksi bakteri, atau setelah mengonsumsi makanan tertentu.

Menurut dokter spesialis anak, dr Emma Nurhema, anak biasanya kurang peduli terhadap kebersihan tangannya, anak malas mencuci tangan sebelum makan, atau bisa juga akibat sering jajan sembarangan.

Jika anak yang menderita diare masih mau minum maka cairan tubuh yang hilang bisa tergantikan. Namun, jika penderita sering muntah dan tidak mau minum maka cairan tubuh akan hilang dengan cepat sehingga mengakibatkan gejala dehidrasi.

Bila diare terjadi terus-menerus maka penderita akan mengalami dehidrasi berat. Akibatnya, kondisi anak makin parah dan bisa berujung kematian. Untuk mengatasi diare pada anak, Anda bisa melakukan pertolongan berikut ini:

1. Beri air campuran garam dan gula
Saat diare tubuh anak akan kehilangan garam. Karena itu, untuk mengembalikannya Anda bisa memberikan campuran garam dan gula pada anak. Meski rasanya tidak enak, usahakan cairan ini bisa masuk ke dalam tubuhnya. Campuran ini diberikan sebagai pengganti cairan elektrolitnya yang hilang dari tubuhnya.

2. Tetap berikan makanan
Selain kehilangan cairan elektrolit, penderita juga kehilangan nutrisi saat diare. Karena itu, tetap berikan si kecil makanan untuk mengganti nutrisinya yang hilang. Bila anak tidak mau mengonsumsi makanan biasa maka berikan saja makanan lunak seperti bubur, pisang, atau apel kukus. Makanan padat tetap dibutuhkan tubuh untuk menggantikan nutrisi yang hilang.

3. Jangan berikan air putih saja
Pemberian air putih saja tidak cukup untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang saat diare. Abak juga membutuhkan nutrisi lain. Berikan pula teh manis saat anak mengalami diare.

4. Segera bawa ke dokter
Bila diare berlangsung lama, misalnya 1 -2 hari dan kencing berkurang jumlah dan frekuensinya, segera bawa anak ke rumah sakit karena ada kemungkinan terkena dehidrasi.

Cara Alami Mengatasi Batuk Pilek Pada Anak

0 komentar

Batuk dan pilek seakan menjadi penyakit “langganan” bagi anak. Untuk meredakannya terkadang ibu langsung memberikan obat batuk pilek untuk si kecil. Padahal bila terlalu sering mengonsumsi obat kimia, ginjal si kecil bisa rusak.

Bila si kecil menderita batuk dan pilek jauh lebih bijak bila ibu memberikan obat alami atau tindakan lain yang bisa meredakan gejalanya. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir efek samping yang ditimbulkan oleh obat-obatan kimia.

Pengobatan Alami Batuk dan Pilek pada Anak

1. Uap
Uap bisa membantu melancarkan hidung yang menyumbat. Caranya, nyalakan air panas di kamar mandi hingga menghasilkan uap. Lalu tutup pintu dan duduklah bersama anak Anda dalam ruang tersebut selama kurang lebih 15 menit. Lakukan terapi ini dua kali sehari.
2. Madu dan lemon
Saat mengalami batuk dan pilek biasanya anak akan kesulitan bernapas akibat hidung tersumbat. Untuk mengatasinya Anda bisa memberikan campuran madu dan lemon guna melegakan tenggorokan dan mengatasi infeksi. Caranya, campurkan satu sendok teh madu dan lemon dalam air hangat.
3. Kunyit
Kunyit merupakan rempah-rempah yang baik untuk meredakan batuk. Caranya, campurkan satu jumput bubuk kunyit pada susu yang biasa dikonsumsi si kecil sebanyak dua kali sehari.
4. Minyak pijat
Pemijatan lembut pada dada bayi menggunakan campuran minyak zaitu dan minyak essential akan membuat bayi lebih mudah bernafas. Anda dapat menggunakan minyak essential yang sehat seperti kayu putih, rosemary, dan minyak peppermint.
Tips di atas merupakan salah satu cara mengobati batuk pada bayi secara alami, namun jika batuk tak kunjung sembuh dan menemui gejala seperti demam tinggi, sulit bernafas hingga pada kondisi bibir membiru segera bawa Anak ke dokter atau rumah sakit untuk penanganan secara medis.

Read more: http://doktersehat.com/cara-alami-mengatasi-batuk-pilek-pada-anak/#ixzz2ZDPGmwUi

Tanda-Tanda Kanker Pada Anak yang Harus Diperhatikan!

0 komentar


Tanda-Tanda Kanker Pada Anak yang Harus Diperhatikan!

Kanker merupakan penyakit paling mematikan yang bisa menyerang siapa saja termasuk anak-anak. Namun, bila diketahui pada stadium awal, kanker masih bisa diobati dan disembuhkan hingga 80 persen. Karena itu, penting sekali bagi orangtua untuk mewaspadai tanda-tanda kanker sejak dini.

Menurut dr. Edi Setiawan, spesialis onkologi anak, kanker dapat digolongkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama merupakan kanker jenis cair yakni darah atau leukimia. Kedua adalah kelompok tumor padat.

Benjolan di bagian tubuh anak bisa jadi salah satu pertanda adanya tumor padat yang kerap ditemukan di semua organ tubuh anak. Bila Anda menemukan benjolan di tubuh anak, sebaiknya segera periksakan ke dokter. Selain benjolan, masih ada beberapa tanda adanya kanker dalam tubuh anak, seperti berikut ini:

1. Mata
Waspadalah jika mata anak terlihat seperti mata kucing, penglihtan terganggu, juling, dan mata memerah. Bila kondisi mata anak tidak ada perubahan selama 3 hari setelah ditetesi obat mata maka segera periksakan anak ke dokter karena bisa jadi kondisi tersebut merupakan gejala awal adanya kanker bola mata (retinoblastoma).
2. Leher
Benjolan di leher anak bisa disebabkan oleh infeksi dan tumor. Bedanya, bila benjolan terasa sakit saat diraba atau ditekan maka bisa jadi hal itu disebabkan oleh infeksi pada gigi atau telinga. Namun, bila  benjolan tidak terasa sakit saat ditekan dan bertambah besar dalam waktu singkat, maka Anda petut waspada. Kondisi tersebut bisa jadi pertanda anak mengalami tumor.
3. Paru
Anak akan mengalami sesak napas bila terdapat sel kanker di paru-parunya. Perlu diketahui bahwa tidak ada kanker paru pada anak. Adanya sel kanker di paru-paru biasanya disebabkan penyebaran jenis kanker tertentu ke paru-paru, seperti kanker tulang.
4. Perut
Bila terdapat kanker pada salah satu organ dalam perut maka biasanya perut akan membuncit dan terdapat benjolan saat ditekan. Bila hal itu terjadi pada perut si kecil sebaiknya jangan terlalu sering menekan perut anak yang membuncit karena bisa mempermudah penyebaran. Segera periksakan anak bila Anda menemukan kasus seperti ini.
5. Alat kelamin
Secara fisik, testis kanan dan kiri pada alat kelamin pria terlihat tidak sama besar, konsistensi testis yang terkena biasanya keras, dan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi. Kanker pada organ testis, sama halnya paru-paru dapat merupakan akibat penyebaran dari suatu jenis kanker tertentu ke testis. Seperti kanker darah yang menyebar ke testis.
6. Tangan atau kaki
Waspada bila terlihat ada bengkak pada tangan atau kaki. Pembengkakan ini biasanya dapat disertai dengan demam atau nyeri.
7. Otak
Benjolan pada otak memang tidak bisa dilihat maupun diraba. Meski begitu, orangtua tetap bisa mewaspadai gejala kanker otak dengan melihat dampak yang ditimbulkan akibat adanya suatu benjolan di otak, seperti muntah yang menyemprot, pusing, gangguan keseimbangan, dan lumpuh.

Perlukah Anak Diberi Antibiotik?

0 komentar


Wajar saja bila orangtua menginginkan anaknya cepat sembuh saat sakit. Namun, bukan berarti anak harus diberi antibiotik saat diserang flu, demam, atau diare. Antibiotik juga sering kali diresepkan oleh dokter untuk mempercepat penyembuhan. Sebenarnya perlukah pemberian antibiotik pada anak?

Antibiotik merupakan obat yang digunakan khusus untuk membunuh bakteri. Penyakit yang disebabkan oleh virus tidak bisa diobati dengan antibiotik. Karena itulah pemberian antibiotik sebaiknya benar-benar diperhatikan. Bila anak menderita penyakit yang tidak disebabkan oleh bakteri sebaiknya tidak perlu diberi antibiotik.

Penggunaan antibiotik sembarangan justru akan memperburuk kondisi anak, seperti membunuh bakteri baik dalam tubuh, merusak organ-organ tubuh yang belum sempurna, serta membuat bakteri-bakteri bermutasi dan menjadi kebal terhadap antibiotik, sehingga antibiotik tidak ampuh lagi membunuh bakteri.

Selain itu, antibiotik juga bisa menimbulkan reaksi alergi paada beberapa anak. Gejala alergi yang ditunjukkan tiap anak berbeda-beda. Segera hentikan pengobatan bila anak menunjukkan gejala alergi akibat antibiotik.

Kebanyakan infeksi yang diderita anak disebabkan oleh virus, bukan bakteri. Demam karena virus biasanya terjadi tiba-tiba dan cepat turun. Sementara demam yang disebabkan bakteri bisa bertahan berhari-hari. Sebaiknya berikan penurun panas saja bila suhu tubuh anak tinggi. Bila dalam dua hari panasnya tidak turun maka baru dipertimbangkan untuk diberi antibiotik.

Kondisinya berbeda bila penyakit yang diderita anak disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti pnumonia, TBC, meningitis, tifus, radang tenggorokan akibat streptokokus, infeksi saluran kemih, dan lain-lain maka sebaiknya sebaiknya diberi antibiotik spektrum sempit, yakni antibiotik yang hanya bekerja membunuh bakteri tertentu.

Bila anak Anda mendapat antibiotik, maka tepatilah aturan pakainya. Antibiotik harus diminum sampai habis untuk menghindari terjadinya resistensi bakteri. Ada beberapa faktor yang menyebabkan antibiotik tidak efektif, yaitu obatnya salah, bakterinya telah resisten, atau pasien tidak patuh dalam meminum antibiotik sesuai dengan dosis yang ditentukan.

Untuk anak-anak, dosis antibiotik disesuaikan dengan berat badan dan apakah organ tubuhnya telah berkembang sempurna. Hal-hal yang perlu diwaspadai bila anak mengkonsumsi antibiotik adalah gangguan akibat efek samping antibiotik seperti demam, gangguan darah di mana salah satu antibiotik seperti kloramfenikol dapat menekan sumsum tulang sehingga produksi sel-sel darah menurun, kelainan hati, alergi hepatitis, dan gangguan ginjal.

Maka dari itu, sebagai orangtua, sebaiknya kita mengetahui obat apa saja yang dikonsumsi anak dan apakah obat tersebut tepat bagi anak, termasuk penggunaan antibiotik. Jangan segan untuk menanyakan pada dokter mengenai antibiotik yang diresepkan pada anak.

Waspadai, Kanker Pada Anak!

0 komentar


Kanker tak hanya menyerang orang dewasa saja, anak-anakpun juga berisiko terhadap serangan kanker. Meski belum diketahui penyebab sebenarnya, namun munculnya kanker pada anak diduga disebabkan oleh penyimpangan pertumbuhan sel akibat adanya cacat gen. Selain itu, sel kanker juga bisa muncul akibat pengaruh lingkungan.

Djajadiman Gatot menyatakan bahwa sulit untuk mengetahui gejala kanker pada bayi maupun anak kecil karena mereka belum bisa menjelaskan keluhan yang dirasakannya.

Ada beberapa kanker yang sering dialami anak-anak, yakni kanker darah (leukimia), kanker mata (retinoblastoma), tumor otak, kanker tulang, kanker kelenjar getah bening, kanker ginjal, kaker saraf (neuroblastoma), dan kanker jaringan otot (rabdomiosarkoma).

Bila diketahui sejak dini kanker pada anak bisa diobati dan potensial disembuhkan, termasuk tahapan pengobatan yang diikuti sampai tuntas. Sayangnya, kebanyakan pasien kanker datang ke dokter setelah kanker menyebar luas dan pengobatan tidak diikuti hingga selesai.

Ada beberpa cara untuk mengobati kanker, yaitu operasi, kemoterapi, radiologi, dan transplantasi sumsum tulang. Kemoterapi dilakukan sebagai pengobatan tunggal untuk leukimia dan limfoma. Kemoterapi juga berfungsi untuk mengecilkan tumor sebelum operasi dan sesudah operasi guna membasmi sel tumor.

Djajadiman menerangkan masih banyak orangtua pasien yang keberatan jika anaknya menjalani kemoterapi. Hal ini disebabkan kesalahan dalam memperoleh informasi seputar efek samping. Padahal kemoterapi masih menjadi tumpuan pengobatan kanker di dunia internasional.

Orangtua berperan penting dalam mengetahui kesehatan anak, karena itu segeralah lakukan pemeriksaan jika anak menunjukkan gejala seperti pucat, lemah, lesu, demam yang tidak jelas penyebabnya, kelenjar getah bening membengkak, nyeri pada tulang, dan perut bengkak. Semua gejala tersebut bisa menjadi pertanda awal penyakit leukimia.

Bila anak menunjukkan gejala sakit kepala disertai mual dan muntah yang menyemprot, gangguan berbicara, gangguan keseimbangan, penurunan kesadaran, kelumpuhan, atau kejang perut maka dikhawatirkan menderita tumor otak.

Penyebab Bayi Baru Lahir Terinfeksi Hepatitis

0 komentar

Hepatitis merupakan penyakit yang disebabkan adanya infeksi pada hati. Parahnya, hepatitis juga bisa dialami oleh bayi yang baru lahir. Infeksi ini bisa ditularkan dari ibu selama proses persalinan berlangsung. Hepatitis tidak ditularkan selama bayi berada dalam kandungan karena virus tak mudah melewati plasenta atau ari-ari.

Gejala
Kebanyakan bayi yang terinfeksi akan mengalami hepatitis menahun (kronis) yang biasanya dapat menimbulkan gejala pada masa kanak-kanak. Hepatitis pada bayi baru lahir dapat menyebabkan kematian.
Bayi yang menderita hepatitis akan menunjukkan gejala seperti berikut ini:
  • Pembesaran hati
  • Sakit kuning karena peningkatan kadar bilirubin
  • Ascites, yakni penimbunan cairan dalam perut
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan darah.
Pengobatan
Sebaiknya saat hamil, periksakan secara teratur, pastikan ada tidaknya virus hepatitis B dalam tubuh. Hal ini dapat meminimalisir terjadinya penularan pada bayi saat proses persalinan berlangsung. Bagi bayi yang baru lahir dengan riwayat ibu penderita hepatitis B maka akan diberikan suntikan immunoglobulin hepatitis B dalam waktu 24 jam setelah lahir, sebelum terjadi infeksi. Suntikan ini berfungsi untuk melindungi bayi sementara. Pada waktu yang sama juga diberikan vaksinasi hepatitis B sebagai perlindungan jangka panjang.

Gejala Dispraksia Pada Anak

0 komentar

Dispraksia merupakan gangguan atau ketidakmatangan anak dalam mengatur gerakan. Kondisi ini disebabkan kurangnya kemampuan otak dalam memproses informasi hingga pesan-pesan tidak sepenuhnya atau benar-benar ditransmisikan. Akibatnya, anak menjadi kesulitan dalam berpikir, merencanakan, dan melakukan tugas-tugas motorik atau sensorik. Pada dasarnya dispraksia bukan gangguan yang terjadi pada otot atau gangguan kecerdasan, meski dampaknya bisa mempengaruhi kemampuan berbahasa dan pengucapan.

Dispraksia terjadi saat otak memerintahkan untuk melakukan sesuatu, namun sinyal perintah otak diacak hingga tidak bisa membaca sinyal tersebut. Sayangnya kebanyakan penderita dispraksia terlambat diketahui oleh keluarga. Sehingga kondisi ini akan membuat anak menjadi kurang percaya diri.
Dispraksia dikelompokkan menjadi beberapa klasifikasi berdasarkan tipe penampilannya:
  • DVD (Developmental Verbal Dyspraxia); anak mengalami kesulitan untuk membuat atau memproduksi suara atau kesulitan memproduksi suara menjadi kata.
  • OD (Oral Dyspraxia) pada kasus anak, ketidakmampuan melakukan gerakan mulut. Misalnya ketika diminta untuk angkat lidah, anak tidak dapat meresponnya. Tapi jika tidak disengaja anak dapat melakukannya.
  • MD (Motor Dyspraxia)
Gejala
Pada bayi
Dispraksia yang dialami bayi umumnya ditandai dengan ocehan yang sedikit atau tidak sama sekali. Saat mulai belajar berbicara, anak hanya mengucapkan sedikit huruf konsonan.
Pada anak usia 3 – 5 tahun (usia pra sekolah)
  • Tangan mengembang saat berlari
  • Aktivitas motorik yang berlebihan seperti menghentak-hentakkan kaki saat duduk, menari, atau bertepuk tangan tanpa sebab yang jelas
  • Susah mengayuh sepeda roda tiga atau mainan lainnya
  • Susah memegang pensil atau memakai gunting
  • Terlambat merangkak, bersuling, dan berjalan
  • Kurang mampu melakukan permainan imajinatif
  • Respon terbatas terhadap instruksi lisan yang diberikan
  • Susah menyusun puzzle, mengembangkan kata-kata, dan berbicara dengan jelas.
Pada anak yang lebih besar (usia sekolah)
  • Sulit berkata-kata atau mengekspresikan diri
  • Sensitif terhadap sentuhan
  • Kesulitan menyalin tulisan di papan tulis dan mengingat instruksi
  • Tidak dapat menangkap konsep seperti : “di bawah”, “di atas”, “di dalam” atau “di luar”
  • Sulit memakai baju atau sepatu sendiri
  • Kesulitan belajar naik sepeda akibat keseimbangan yang buruk
  • Kemampuan membaca yang rendah dan buruk dalam menulis.
  • Sebagian anak dispraksia mengalami articulatory dyspraxiayang menyebabkan mereka mengalami kesulitan dalam berbicara dan mengeja.

Makin Dipaksa, Anak Makin Susah Makan

0 komentar

Wajar saja jika ibu khawatir anaknya kekurangan gizi jika tak mau makan, sehingga tak sadar ibu memaksa anak untuk makan. Padahal secara tidak langsung memaksa anak makan atau feeding force justru membuat anak beranggapan bahwa makan merupakan aktivitas yang menyebalkan. Akibatnya anak menjadi enggan bahkan menangis saat waktu makan tiba.

Dr Elvina Karyadi, seorang ahli gizi menyatakan bahwa sangat penting bagi ibu untuk mencari tahu penyebab anak menjadi enggan makan. Karena makan merupakan salah satu cara supaya asupan gizi anak tercukupi. Jika anak tidak mau makan akibat menu makanan yang tidak disukai seperti sayuran, maka ibu harus pintar-pintar mencari cara untuk menyiasatinya dengan memperkenalkan secara perlahan rasa dari sayuran.

Jika anak menyukai makanan lain maka cobalah untuk menyelipkan beberapa jenis sayuran di dalamnya. Dengan demikian anak akan terbiasa dengan rasa sayuran. Kemungkinan anak akan menolak jika diberikan dalam bentuk utuh atau besar karena tidak terbiasa dengan rasanya.

Kebanyakan anak juga akan lahap makan jika Anda menyuapnya sambil ia bermain atau berjalan-jalan. Selama kegiatan makan tidak membahayakan anak saat bermain sebaiknya lakukan saja. Artinya, saat bermain gerakan anak tidak membuatnya tersedak, bila anak terlalu banyak berlari bisa jadi makanan yang masuk membuatnya tersedak.

Cara lain yang bisa dilakukan adalah dengan mengajak anak mengolah makanan bersama, misalnya mengajak anak belanja bahan makanan ke pasar. Bahkan jika memungkinkan, ajak anak menanam berbagai jenis sayuran. Dengan begitu, anak akan lebih menghargai makanan.

Memaksa anak untuk makan sebenarnya bukan solusi yang tepat, masih banyak cara yang dapat Anda lakukan agar anak mau makan. Sehingga anak pun menjadi senang jika waktu makan tiba. Makan tak lagi menjadi aktivitas yang menyebalkan bila dilakukan dengan tepat dan tetap memperhatikan makanan yang disukai anak.
Selama ini anak sering dipaksa untuk menyukai makanan yang diberikan orang tuanya, tapi anak tidak diberitahu mengapa harus makan makanan tersebut. Hal ini juga menjadi salah satu faktor mengapa anak sulit makan.

Cara Mencegah Difteri Pada Bayi

0 komentar

Difteri merupakan penyakit akut yang disebabkan kuman Corynebacterium diphteriae yang banyak menyerang balita. Penyakit ini ditandai dengan terbentuknya lapisan yang khas di selaput lendir saluran napas serta adanya kerusakan otot-otot jantung dan jaringan saraf.

Difteri bisa menular jika terjadi kontak langsung dengan penderita atau pembawa kuman sebab Corynebacterium diphteriae dapat keluar melalui air ludah penderita saat berbicara, batuk, dan bersin.
Gejala awal penyakit yang masa inkubasinya umumnya antara 2-5 hari ini adalah sakit tenggorokan yang ringan dan demam (antara 37,838,9°C). Selain itu, anak-anak yang menderita difteri akan menunjukkan gejala lain seperti menggigil, sakit kepala, mual dan muntah. Terdapat pula lapisan tipis yang khas di daerah tonsil, biasanya berwarna putih keabu-abuan kotor, kasar dan melekat erat sehingga bisa meinmbulkan perdarahan jika diambil paksa.

Penyakit ini bisa tetap ringan namun sering bertambah parah dengan keluhan sakit ketika menelan dan tubuh melemah.  Kerongkongan dan sluran napas juga membengkak hingga menyumbat jalan pernapasan serta kerap muncul suara serak ketika anak menrik napas. Biasanya dokter akan melubangi bagian tenggorokan (trakeotomi) untuk membantu melancarkan pernapasan.

Anak akan mengalami kelumpuhan pada langit-langit lunak, napas bau busuk, dan kelenjar limfe di leher membengkak. Meski kuman difteri paling sering menyerang saluran napas bagian atas seperti hidung, tonsil, dan tenggorokan, namun kuman ini bisa juga menyerang pusar, vagina, dan selaput putih mata.
Komplikasi lain yang bisa terjadi pada penderita difteri adalah kuman difteri menyerang ginjal, atau otot-otot jantung (myocarditis). Parahnya penyakit ini juga bisa menyebabkan kematian mendadak dan kelumpuhan saraf-saraf tepi. Karena itu, segeralah bawa anak ke dokter jika mengalami tanda-tanda munculnya difteri.
Penyakit ini sangat menular, penderita harus dirawat di rumah sakit dan ditempatkan di ruang tersendiri. Perawatan yang baik, istirahat total di tempat tidur, serta makanan dalam bentuk cairan atau lunak yang cukup gizi sangat membantu mengatasi difteri.

Tanda-Tanda Conduct Disorder Sejak Kecil

0 komentar


Tanda-Tanda Conduct Disorder Sejak Kecil

Conduct disorder adalah gangguan utama dalam kelompok gangguan ekstranalisasi. Gejala conduct disorder sebenarnya sudah terlihat saat anak-anak, seperti:
  • Sering mengancam
  • Sering berbohong
  • Sering menekan atau mengintimidasi teman dan orang lain
  • Sering memulai perkelahian fisik
  • Berperilaku kejam atau menyakiti orang lain bahkan hewan
  • Mencuri
  • Sering memanfaatkan orang lain dengan tujuan mendapat keuntungan
  • Sering kabur dari rumah
  • Sering keluar rumah tanpa tujuan yang jelas (nongkrong)
  • Sering membolos dari sekolah
Kondisi seperti ini secara signifikan dapat mengganggu kehidupan anak baik dalam  hubungan sosial maupun prestasi akademik. Tiga gejala yang bisa dilihat antara lain:
  • Kejam terhadap orang lain atau binatang
  • Senang membuat masalah
  • Tidak memiliki rasa empati atau kasihan dengan makhluk yang disakiti
Gambaran perilaku ini pada awalnya sangat mirip dengan ADHD. Bedanya, pada ADHD terdapat rasa empati kepada orang lain atau binatang yang telah disakitinya dalam arti timbul rasa penyesalan dalam dirinya, hal ini berbeda dengan conduct disorder.
Conduct disorder bisa dipicu berbagai faktor, antara lain:
  • Penolakan orang tua terhadap kehadiran anak tersebut
  • Berpisah dengan orangtua sehingga tidak ada yang mengasuh
  • Ditelantarkan oleh keluarga
  • Mengalami kekerasan saat masih anak-anak
  • Memiliki riwayat orang tua gangguan jiwa
  • Faktor genetik dari keluarga
  • Perkawinan orang tua yang tidak harmonis
  • Faktor lingkungan